Garis-garis paras ayu masih terpancar di wajah perempuan itu. Padahal, ia tak muda lagi. Usianya kala itu 70 tahun. Ya, dialah Ratna Dewi Soekarno, isteri kelima mendiang Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Naoko Nemoto, begitu nama aslinya, lahir di Tokyo 6 Februari 1940.
Dewi menikah dengan Soekarno pada tahun 1962 ketika berumur 19 tahun, sedang Soekarno berusia 57 tahun. Ia berkenalan dengan Bung Karno lewat seorang relasi ketika Soekarno berada di Hotel Imperial, Tokyo. Sebelum menjadi isteri Soekarno, ia adalah seorang pelajar dan entertainer. Ada gosip pula, bahwa ia juga bekerja sebagai geisha, namun ia berulang kali menyangkal hal tersebut. Lebih jauh tentang kisah kasih mereka dapat dibaca disini.
Ditemui di kediaman hairstylist kondang Peter F. Saerang di Menteng, Jakarta Pusat, saat itu, Dewi mengenakan gaun terusan selutut paduan biru-hitam. Rambutnya digulung ke belakang dengan beberapa bagian dicat pirang.
Ibu seorang anak itu juga memakai anting-anting mutiara di dua telinganya. Bros berbentuk sehelai daun di dada kanan membuatnya terlihat tambah anggun. ”Saya hanya sebentar di Indonesia. Cuma 2,5 hari,” kata perempuan asal Jepang itu dengan bahasa Indonesia yang lancar.
Kehadiran perempuan ayu itu memang tak lama. Ia hanya memenuhi undangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menghadiri upacara peringatan ke-65 Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, tanggal 17 Agustus 2010. Sisa waktu yang ada, ia gunakan untuk bertemu teman-teman dekatnya.
Kendati sudah sepuh, Dewi memang tak mau lekas pensiun dari aktivitas. Bahkan, ia ingin terus bekerja mengisi hidup. Saat ini, ia bekerja untuk sejumlah stasiun televisi di Tokyo, Jepang. Yakni Channel 4, Channel 6, Channel 8, Channel 10, dan Channel 12.
Sejumlah program acara ia asuh. Di antaranya, rubrik traveling, kuis, acara memasak, hingga talk show. Perannya pun beragam. Mulai menjadi pembicara panel, narasumber, serta host. Dewi juga terus mengembangkan bisnis kosmetik serta desain permata di bawah merek Byzante.
”Saya juga biasanya di permata exhibition,” ujar perempuan yang pernah menggegerkan Indonesia dengan pose setengah bugil dalam buku foto berjudul Madame Syuga yang diterbitkan di Jepang pada 1998 itu.
dulu
sekarang
Pada kehadirannya di Indonesia kali ini, Dewi secara khusus juga menyempatkan diri untuk melayangkan surat pribadi kepada Presiden SBY. Surat itu sudah ia serahkan melalui kantor Sekretariat Negara (Setneg). Dalam surat tersebut, Dewi bermaksud meminta kembali rumah kenangan dirinya bersama sang suami, yakni Wisma Yaso. Tapi, tidak semua. Dia hanya menginginkan seperempat bagian rumah itu.
Wisma Yaso adalah kediaman Soekarno. Rumah itu juga menjadi tempat pengasingan bagi Soekarno ketika sakit. Di bangunan yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto itu, kenangan kisah kasih antara Soekarno dan Dewi tertulis. Sejoli beda bangsa tersebut memang pernah menempatinya sebelum akhirnya Dewi pulang ke negaranya ketika kondisi politik pemerintahan Soekarno labil pasca Gerakan 30 September (G 30 S) PKI.
Ketika Soekarno meninggal pada Juni 1970, rumah tersebut sejatinya sudah diwariskan kepada Dewi. Namun, pada era Presiden Soeharto, negara memintanya kembali karena akan dibangun menjadi museum. Museum yang dibangun di kompleks Wisma Yaso itu kemudian dikenal sebagai Museum TNI Satria Mandala.
Namun, belakangan Dewi melihat Wisma Yaso tak lagi digunakan untuk kepentingan negara. Ada penyimpangan dalam pengelolaannya. Sejumlah lokasi digunakan untuk kepentingan pribadi. Dewi pun tak terima. ”Saya minta Wisma Yaso dikembalikan kepada saya. Sebab, (dulu) saya serahkan Wisma Yaso dipakai untuk kepentingan negara dan rakyat,” ungkapnya kemudian.
Dengan mengambil seperempat luas tanah kompleks Wisma Yaso, Dewi ingin mendirikan rumah pribadi untuk ditinggali. Di rumah tersebut, perempuan yang bercita-cita menjadi pelukis, kritikus sastra, dan pengarang tersebut ingin menghabiskan masa pensiunnya kelak. ”Wisma Yaso, bagi saya, sangat istimewa karena saya dan bapak (Soekarno) tinggal. Jadi, bagi saya, ada banyak peringatan (maksudnya : kenangan) di situ,” tambahnya.
Selain itu, Dewi sejatinya ingin memiliki rumah pribadi di Indonesia. Selama ini, dia tidak pernah memiliki rumah pribadi di negara keduanya ini. Kalau sedang berkunjung ke tanah air, dia biasanya nebeng di rumah sahabat kentalnya, Peter Saerang.
”Kalau punya rumah sendiri, saya bisa stay di sana ketika saya di Indonesia,” imbuh perempuan penggemar sayur lodeh, sambal petai, dan ikan asin itu.
Dia juga masih menyimpan obsesi lain. Saat ini, dia ingin menginventarisasi lukisan-lukisan koleksi Soekarno yang tersebar di berbagai tempat. Pada kurun 1963-1964, bersama mendiang maestro lukis Indonesia Lee Man Fong, dia sempat membuat buku-buku koleksi lukisan Soekarno. Ada lima buku yang diterbitkan. Masing-masing buku berisi tulisan seratus koleksi benda seni, mulai porselen, pot, piring, hingga lukisan.
Setelah sekian tahun ditinggalkan Dewi, kini banyak benda seni koleksi Soekarno itu yang tak jelas lagi keberadaannya. Dia bolak-balik menengok ke Istana Bogor, Istana Merdeka, dan Istana Negara. Namun, banyak yang ”raib”. Padahal, nilai sejarah benda-benda itu tak tergantikan. Apalagi, sebelum meninggal, Soekarno berwasiat agar Dewi menjaga semua lukisan dan benda-benda seni tersebut. ”Ke mana lagi semua barang itu sekarang?” ujarnya dengan raut muka sedih.
Dewi mengakui, sejatinya saat ini dirinya sudah harus pensiun dari pekerjaan. Dengan usia yang sudah mencapai 70 tahun, semestinya dirinya banyak beraktivitas bersama keluarga. Apalagi, putri semata wayangnya, Kartika Sari Dewi Soekarno, sudah memberinya seorang cucu berusia 4 tahun. Setelah menikah dengan pria Belanda, Kartika tinggal di London, Inggris.
Kendati sang ibu tinggal beribu-ribu kilometer di Tokyo, Kartika sering menyempatkan waktu untuk bertemu dengan ibundanya. Beberapa bulan lalu, mereka berlibur bersama ke Swiss selama seminggu. ”Saya sempat main ski. Sangat menyenangkan,” ungkapnya lantas tertawa.
Namun, tampaknya, Dewi masih belum ingin berhenti beraktivitas. Dia masih ingin terus bekerja. Dia mengaku begitu menikmati aktivitasnya. Pekerjaan, bagi dia, bukanlah beban, tapi kesenangan. Karena itu, dia ingin hidup dan terus bekerja.
”Saya ingin hidup hingga 105 tahun. Emm, tapi kalau sampai 100 tahun, tidak apa-apa. Saya cukup puas,” katanya lantas tersenyum.
Demikianlah, sepenggal kisah hidup Ratna Dewi Soekarno, perempuan penuh kontroversi, yang keayuannya tak lekang oleh usia......
Kartika Sari Dewi Soekarno
Dewi mengakui, sejatinya saat ini dirinya sudah harus pensiun dari pekerjaan. Dengan usia yang sudah mencapai 70 tahun, semestinya dirinya banyak beraktivitas bersama keluarga. Apalagi, putri semata wayangnya, Kartika Sari Dewi Soekarno, sudah memberinya seorang cucu berusia 4 tahun. Setelah menikah dengan pria Belanda, Kartika tinggal di London, Inggris.
Kendati sang ibu tinggal beribu-ribu kilometer di Tokyo, Kartika sering menyempatkan waktu untuk bertemu dengan ibundanya. Beberapa bulan lalu, mereka berlibur bersama ke Swiss selama seminggu. ”Saya sempat main ski. Sangat menyenangkan,” ungkapnya lantas tertawa.
Namun, tampaknya, Dewi masih belum ingin berhenti beraktivitas. Dia masih ingin terus bekerja. Dia mengaku begitu menikmati aktivitasnya. Pekerjaan, bagi dia, bukanlah beban, tapi kesenangan. Karena itu, dia ingin hidup dan terus bekerja.
”Saya ingin hidup hingga 105 tahun. Emm, tapi kalau sampai 100 tahun, tidak apa-apa. Saya cukup puas,” katanya lantas tersenyum.
Demikianlah, sepenggal kisah hidup Ratna Dewi Soekarno, perempuan penuh kontroversi, yang keayuannya tak lekang oleh usia......
diolah dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar